Sejarah Daulat Kulafaur Rasyidin
Permulaan gerakan Riddat
Gerakan Riddat, yakni gerakan belot-Agama, telah bermula menjelang Nabi Besar Muhammad jatuh sakit. Sewaktu terbe-rita kemangkatan Nabi Besar Muhammad maka gerakan belot-Agama itu meluas di dalam wilayah bagian Tengah dan wilayah bagian Timur dan wilayah bagian Selatan hingga kedudukan Madinah Al Munawwarah beserta Mekkah Al Mukarramah itu sudah berada dalam keadaan terkepung. Kenyataan itulah yang dihadapi Khalif Abubakar Al Shiddiq.
Gerakan Riddat itu bermula dengan kemunculan tiga tokoh yang mendakwakan dirinya Nabi, guna menyaingi Nabi Besar Muhammad, yaitu Musailamah (wafat 11 H/633 M) dan Thulkah (wafat 11 H/632 M) dan Aswad Al Insa (wafat 11 H/632 M). Satu persatunya berikhtiar meluaskan pengikutnya dan membelakangi agama Islam. Terlebih dahulu akan dibicarakan gerakan Aswad Al Insa beserta segala rangkaian peristiwanya.
Aswad itu bermakna : yang hitam legam. Hal itu disebabkan di dalam diri Aswad Al Insa itu menitis turunan darah Ethio-pia sebagai akibat pendudukan wilayah Arabia bagian selatan itu oleh kerajaan Ethiopia semenjak tahun 529 M sampai tahun 605 M dan banyak berlangsung perkawinan campuran. Dia sendiri rela menerima dan mempergunakan panggilan itu terhadap dirinya.
Dan sering pula dipanggilkan dengan Zul-Khimar, bermakna : yang mengenakan cadir. Hal itu disebabkan dia senantiasa menutupi mukanya dengan cadir sutera halus seperti yang biasa digunakan kaum wanita di Arabia itu.
Namanya yang sebenarnya ialah Ailat ibn Ka’ab ibn Auff Al Insa. Dan Insa itu sebuah keluaiga (bani) di dalam sukubesar Mazhaj. Dia itu tahadinya seorang datu yang memiliki kekuatan magis (black magic), ditakuti dan dikagumi. Dia mampu memperlihatkan hal-hal yang ajaib dan tutur bicaranya manis menarik.
Ia mengaku dirinya seorang Nabi menjelang Nabi Besar Muhammad jatuh sakit dan kalangan awwam sukubesar Mazhaj itu segera mempercayainya. Dia merupakan tokoh pertama di dalam gerakan belot-Agama itu. Sukunya mendiami bagian pedalaman wilayah selatan itu.
Aswad Al Insa beserta para pengikutnya itu lantas maju menyerang kota Najran dan berhasil merebut dan mendudukinya beserta wilayah sekitarnya. Penguasa setempat dari pihak Islam, Amru ibn Hazmi dan Khalid ibn Saad, terpaksa undur ke kota San’a. Berlangsung belot-Agama dalam wilayah itu mengikuti Aswad Al Insa. Iapun dengan kekuatan 700 pasukan berkuda maju menuju kota San’a dan penguasa pihak Islam di situ bernama Emir Syahar ibn Bazan.
Kedudukan wilayah Yaman
Yaman mempunyai sejarah tertua dan kebudayaan tertua, didiami oleh suku-suku turunan Kahtan. Pada masa puncak kebesarannya, sebelum bendungan raksasa Ma’rib ambruk, wilayah kekuasaannya meliputi wilayah Hadramaut (kini bernama Yaman Selatan) dan wilayah Mahara dan wilayah Oman yang membujur sepanjang pesisir selatan Arabia; juga meliputi wilayah seberang laut Merah, wilayah Ethiopia, yakni pada masa pemerintahan Emir Abdul-Malik, putera. Ratu Sheba dengan Raja Sulaiman, dan sejarah Ethiopia dewasa ini memanggilkan-nya dengan King Menelik I. Kebesaran kerajaan Sulaiman (973 - 933 SM) pada belahan Utara, yakni kerajaan Nabi Sulaiman, berkembang pada abad ke sepuluh sebelum Masehi.
Dinasti terakhir dari turunan Kahtan di Yaman itu, pada masa Nabi Besar Muhammad, bernama dinasti Himyar dengan ibukota San’a. Sewaktu Emir Zu-Nuwas pada akhirnya memeluk agama Yahudi, melepaskan anutan Watsani (paganism), iapun memaksakan agama Yahudi itu kepada para pemeluk agama Nasrani dalam wilayah Najran. Agama Nasrani dalam wilayah Najran itu diperkembang pada masa dulu oleh Kimmiun, seorang murid Yesus Keristus (Isa Al Masih), yang hijrah dari Palestina ke Selatan. Sewaktu berlangsung penolakan dengan sengit oleh kaum Nasrani di Najran itu maka terjadilah pembunuhan massal. Kitab Suei Al Qur-an, di dalam Surah Al Buruj ayat 4, mengisahkan pembunuhan massal itu dengan sebutan Ashabul-Ukhdud. Seorang di antaranya sempat meluputkan diri ke Ethiopia. Negus Negusti Ethiopia melaporkan nasib kaum Nasrani di Najran itu kepada Kaisar Justinianus the Great (527—565 M), kaisar imperium Roma Timur (Bizantium) di Constantinople. Melalui kanal Trajanus, yang menghubungkan sungai Nil dengan danau Timsah dan Laut Merah, kaisar Justinianus mengirimkan armada guna membantu Negus Ethiopia bagi menyeberangkan pasukan.
Negus Negusti Ethiopia pada tahun 529 M memberangk£;-kan pasukan besar dari ibukota Aksum di bawah pimpinan panglima Ras>vAryat. Pertempuran pecah di Yaman dan dinasti Himyar tumbang dan Yaman menjadi sebagian wilayah kerajaan Ethiopia.
Pada saat Raja Muda (Vice-Roy) dari pihak Ethiopia di Yaman itu dijabat oleh Ras Abraha maka berlangsung penyerangan ke Kota Suci Mekkah pada tahun 570 M. Kitab Suci Al Qur-an mengisahkan peristiwa penyerangan di dalam Surah Al Fil ayat 1-5. Pasukan besar itu binasa oleh bencana yang ditimbulkan burung Ababil dan Ras Abraha sendiri wafat sesampai di kota San’a. Bencana itu menyebabkan kelumpuhan kekuatan pihak Ethiopia di Y aman.
Seorang turunan keluarga Himyar, Emir Saif ibn Zu-Yazan, pergi menjunpai Khosru Anushirwan (531—579 M) dari imperium Parsi di ibukota Ctesiphon, dengan perantaraan Emir Mun-zir III dari kerajaan Hira, guna memohonkan pertolongan. Khosru Anushirwan, yang dikenal dengan panggilan Maha Adil (the Just) itu, mengirimkan balabantuan. Kekuasaan Ethiopia di Yaman berakhir pada tahun 575 M dan terbangun kembali kerajaan Himyar, di bawah Emir Saif ibn Zu-Yazan, sebagai vassal dari imperium Parsi.
Khosru Parviz the Great (590—628 M) menghapuskan kerajaan Himyar itu pada tahun 605 M dan menjadikan Yaman itu bagian wilayah dari imperium Parsi. Iapun mengirim Panglima Bazan menjabat Raja Muda (Vice-Roy) di Yaman, berkedudukan di ibukota San’a. Turunan pasukan Parsi di Yaman itu, karena perkawinan campuran yang sedemikian luas, dipanggilkan dengan Al Abnak (kaum Peranakan).
Nabi Besar Muhammad di dalam tahun 6 H/628 M mengirim perutusan ke Ctesiphon, di bawah pimpinan Abdullah ibn Huzaifah Al Sahami, membawa surat kepada Khosru Parviz the Great. Surat itu dikoyak-koyak sebelum sempat dibaca seluruhnya. Perutusan pulang ke Madinah dan memberitakan kejadian tersebut. Nabi Besar Muhammad menyambutnya dengan ucapan ’’Allah akan mengoyak-ngoyak kerajaannya” (Mazzaqa’Llahu mulkahu).
Khosru Parviz the Great itu sangat murka mendengarkan surat dari seseorang yang dianggapnya seorang ’’baduwi” Arab. Ia mengirimkan perintah kepada Raja Muda Bazan di Yaman supaya mengirim orang ke Madinah untuk mengambil ’’Baduwi” itu dan membawanya langsung ke Ctesiphon. Raja Muda Bazan, mengirimkan sekretaris istana, Badwih, dan panglima Karkasara ke Madinah Al Munawwarah.
Keduanya disambut dengan baik dan sejarah mencatat jawaban Nabi Besar Muhammad dewasa itu, berbunyi : ’’Maharaja Diraja (Syah-in-Syah) yang kamu muliakan itu sudah kena bunuh. Pulanglah kembali ke Yaman dan katakan kepada tuanmu bahwa wilayah kekuasaan kami nanti akan meliputi wilayah Maharaja Diraja (Syah-in-Syah) yang kamu muliakan itu. Katakan kepada tuanmu itu supaya dia memeluk agama Islam. Maka wilayah yang dipegangnya sekarang ini akan kami bagikan jadi wilayah kekuasaannya sepenuhnya. (Qala lahu : Inna-ka in Aslamta A’taituka ma-tahta yadaika wa Malaktu-ka ’ala Qaumi-ka mina’l-Abnak).”
Sejarah bercerita tentang pesona kepribadian Nabi Besar Muhammad terhadap utusan Raja Muda Bazan itu. Mereka pulang kembali ke kota San’a. Hampir bersamaan dengan itu tiba perutusan Khosru Kavad II dan memerintahkan wilayah Yaman itu tunduk kepada Khosru yang baru itu. Tetapi Khosru itupun kena bunuh dan naik Khosru Ardashir III (628 - 630 M). Selanjutnya terjadi perebutan kekuasaan yang tiada henti-henti-nya dan silih berganti khosru yang naik berkuasa di dalam masa yang singkat. Purandukht I, Piruz II, Azarmidokht, Hormuz B, Ferrukhzadh.
Kenyataan itu membenarkan apa yang diberitakan Nafri Besar Muhammad. Sejarah mencatat bahwa Raia Muda Bazan itu memeluk agama Islam, mengirim perutusan ke Madinah, dan kekuasaannya dikukuhkan di Yaman. Kaum peranakan (Al Ab-nak) di Yaman itu turut memeluk agama Islam bersamanya. Sebelumnya telah tersebar luas dalam wilayah Najran sebagai akibat perutusan kaum Nasrani Najran ke Madinah dan Nabi Besar Muhammad mengirim Muadz ibn Jabal Al Anshari guna membimbing mereka itu.
Sehabis penaklukan kota Mekkah di dalam tahun 8 H/ 630 M maka berlangsung penaklukan kabilah-kabilah Arab pada bagian selatan Arabia itu. Yang tidak hendak menundukkan diri kepada Raja Muda Bazan.
Sewaktu raja muda Bazan itu wafat maka Nabi Besar Muhammad membagi wilayah Yaman itu kepada beberapa perwalian, dan menunjuk Emir bagi satu persatu perwalian itu, sebagai berikut : ,
1. Syahar ibn Bazan untuk wilayah San’a.
2. Amru ibn Hazmi untuk wilayah Najran.
3. Khalid ibn Said ibn Ash untuk wilayah antara Najran dengan Zubaid.
4. Amir ibn Syahar untuk wilayah Hamdan.
5. Tahir ibn Abi-Halat untuk wilayah Akka.
6. Abu Musa Al Asyari untuk wilayah Ma’rib.
7. Yali ibn Umayyah untuk wilayah Jundi.
8. Ziyad ibn Lubaid Al Anshari untuk wilayah Hadra-maut.
9. Akasah ibn Tsur untuk wilayah Sakasik dan Sukun.
10. Abdullah ibn Kais untuk wilayah Kindah.
Sedangkan Muadz ibn Jabal Al Anshari menempati kedudukan Penuntun Agama yang berkeliling dari satu wilayah ke satu wilayah, di dalam daerah Yaman dan Hadramaut itu.
Pada saat ibukota San’a berada dalam kekuasaan Emir Syahar ibn Bazan itulah berlangsung penyerbuan pasukan As-wad Al Insa ke situ. Peristiwa selanjutnya akan diceritakan pada bagian-bagian berikut.
Perkembangan kekuasaan Aswad Al Insa
Pasukan Aswad Al Insa yang berkekuatan 700 pasukan berkuda itu berada di bawah pimpinan panglimanya, Kais ibn Abdi Yaguts Al Muradi, sedangkan yon-yon pasukan itu berada di bawah pimpinan Maawiyah ibn Kais Al Janabi dan Yazid ibn Muharram dan Yazid ibn Hushain Al Haritsi dan Yazid ibn Afkal Al Azadi.
Ibukota San’a berhasil direbut dan didudukinya. Emir Sya-har ibn Bazan tewas dalam pertempuran. Cuma dalam tempo satu bulan saja, wilayah kekuasaannya membentang dari perbatasan Hadramaut pada bagian selatan sampai perbatasan Taif pada bagian utara dan dari perbatasan Bahrain pada bagian timur dan perbatasan Aden pada bagian barat.
Ajarannya membebaskan setiap orang dari kewajiban Shalat dan kewajiban Zakat dan mengizinkan perzinahan. Kewajiban Shalat dan kewajiban Zakat itu dirasakan sangat berat oleh kabilah-kabilah Arab selama ini. Ajarannya itulah yang menyebabkan pengaruhnya cepat meluas dan kabilah-kabilah Arab dalam wilayah selatan Arabia itu, sewaktu Aswad Al Insa dengan pasukannya datang, cepat menyatakan tunduk dan rela menjadi pengikutnya sepenuhnya. Dengan begitu dia telah membentuk suatu kekuatan yang dapat dikerahkannya untuk menyerang Madinah Al Munawwarah.
Ia pulang ke kota San’a. Janda Emir Syahar ibn Bazan yang terkenal molek itu dijadikannya gundiknya. Kais ibn Abdi-Ya-guts ditunjuknya mengepalai seluruh ketentaraan. Bagi mengepalai seluruh kaum Peranakan (Al Abnak) itu iapun mengangkat Firuz-al-Dailami bersama Emir Dazwih.
Kemenangan yang sedemikian cepat itu telah membikin Aswad Al Insa mabuk kemenangan. Sikapnya berobah angkuh terhadap orang sekitarnya. Ia tidak segan-segan mempermainkan dan mencemoohkan panglima besar yang diangkatnya itu, Kais ibn Abdi-Yaguts, begitupun para pemuka kaum Peranakan.
Pembunuhan Aswad Al Insa
Orang-orang Islam dalam wilayah Hadramaut sangat kuatir akan diserbu pasukan Aswad Al Insa. Di dalam suasana yang sangat menguatirkan itulah utusan Nabi Besar Muhammad dari Madinah tiba, Wabar ibn Yuhannis Al Azadi, memberikan bimbingan supaya membentuk kekuatan kembali bagi menghadapi gerakan Aswad Al Insa itu. Kedatangan utusan Nabi Besar Muhammad itu sangat memberikan hiburan dan membangkitkan kepercayaan kembali terhadap diri.
Muadz ibn Jabal Al Anshari segera berkeliling menghubungi orang-orang yang masih teguh keimanannya. Sewaktu tiba di kota San’a dan mendengar ketegangan yang tengah berlangsung antara Aswad Al Insa dengan para panglimanya, iapun melakukan pendekatan secara diam-diam terhadap Emir Firuz dan Emir Dazwih, dan memperlihatkan surat Nabi Besar Muhammad. Dan selanjutnya keduanya melakukan pendekatan terhadap Panglima Kais ibn Abdi-Yaguts. Dendam ketiganya, yang membawa Aswad Al Insa kepada puncak kemenangannya itu tapi kini sering dicemoohkan di depan umum, telah sangat memuncak. Selama ini takut bertindak karena nama Aswad Al Insa tengah populer dalam kalangan umum.
Sewaktu tahu bahwa telah terbentuk kekuatan di bawah tanah, dan dipandang merupakan jalan pulang bagi mendekatkan diri kembali kepada Nabi Besar Muhammad, merekapun tidak sangsi-sangsi lagi untuk bertindak. Aswad Al Insa yang tengah asyik berfoya-foya dengan ratusan gundik kurang menghiraukan perkembangan suasana sekitarnya.
Janda Emir Syahar ibn Bazan sangat menaruh dendam terhadap pembunuhan suaminya. Emir Firuz melakukan pendekatan terhadap puteri pamannya itu dan terbentuklah suatu per-mupakatan rahasia. Pada suatu malam terjadilah penyerbuan ke dalam Istana dan pembunuhan terhadap Aswad Al Insa. Pada pagi hari, subuh menjelang dinihari, menggemalah Azan kembali di seluruh kota San’a.
Berakhirlah riwayat Aswad Al Insa. Kekuasaannya itu cuma empat bulan saja. Para pengikutnya yang masih setia segera meluputkan diri dari kota San’a. Perutusan yang dikirim ke Madinah, guna menyampaikan perkembangan suasana dalam wilayah Yaman itu, tiba pada subuh Senin menjelang kemangkatan Nabi Muhammad,
Suasana yang melegakan dalam wilayah Yaman itu tidak berjalan lama. Sewaktu berita kemangkatan Nabi Besar Muhammad terberita maka gerakan Riddat itu, yakni gerakan belot-Agama, bagaikan beroleh kekuatan baru kembali pada hampir seluruh wilayah. selatan Arabia itu. Inilah situasi yang harus dihadapi Khalif Abubakar Al Shiddiq.
Category: sejarah islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar